Yogyakarta (3/4/2014), Permasalahan di negeri ini dalam konteks
kekayaan aset negara luar biasa. Keberadaan aset negara saat ini belum ada
hukum yang kokoh. "Sumber utama korupsi di negeri ini adalah aset
negara," ujar Doli D. Siregar dalam share session "Property
Economics, Social-Cultural, Enviroment, Management, and Valuation" di
gedung M.Si dan Doktor FEB UGM. Lebih lanjut, Doli mengatakan bahwa UU No. 2
tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
motifnya lebih berpihak kepada kepentingan investor. Konsep hukum tanah di
Indonesia berbeda dengan barat yang individual tetapi Indonesia bersama.
Doli mengatakan bahwa sejauh penilai belum mempunyai acuan yang
tegas tentang anturan ganti rugi, maka permasalah aset masih ada. Di lain
hal,adanya ketidaksinkronan antar aturan yang dikeluarkan oleh masing-masing
instansi sehingga perlu satu kesepakatan yang utuh dari platform profesi
penilai. "Penjarahan aset negara sampai detik ini masih terjadi,"
ungkapnya. Dilihat dari Konteks indentifikasi dan inventarisasi aset negara
saat ini belum ada karena ketidakmapuan negara. "Aset daerah memiliki
potensi tetapi kenyataan saat ini masih ketergantungan pada Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus," ujar Doli D. Siregar.
Indonesia mempunyai kekuatan besar pada perekonomian kedepan.
Muhammad A. Muttaqin mengatakan bahwa Indonesia saat ini berada pada 16 besar
negara dengan pertumbuhan ekonomi dan diprediksi pada 2030 akan menduduki 7
besar. Hal tersebut berdasarkan pada sektor konsumsi di indonesia besar dengan
ditandai pendapatan dikalangan menengah tinggi karena tren pertumbuhan
pendapatan perkapita meningkat. "Berdasarkan laporan kementerian keuangan
nilai aset negara baru tercatat 3000 triliun itu baru dipemerintah pusat,"
ungkap Muttaqin. "Pertanyaannya sekarang adalah aset di daerah ada berapa
besar?," imbuhnya.
Permasalahan yang saat ini adalah 340 orang penilai publikyang ada
80% penilai terkonsentrasi di Jabodetabek. Selain itu, di kawasan Indonesia
Timur belum ada penilai sama sekali. Saat ini, peran penilai masih 63% disektor
perbankan dan sisanya di sektor lain. Muttaqin menuturkan bahwa peranan profesi
penilai masih sangat besar, seperti perbankan (agungan), pasar modal, laporan
keuangan, dan pembangunan (kompensasi tanah). Profesi penilai di Indonesia
belum ada undang-undang yang mengaturnya, meskipun di peraturan yang lain
disebutkan. Negara tetangga sudah lebih awal memiliki UU penilai seperti,
australia tahun 1926 dan malaysia tahun 1961. Kebutuhan ideal penilai di negara
berkembang 40000:1 dan di negara maju sebanyak 6000:1. Kebutuhan idealpenilai
publik pada tahun 2020 di Indonesia diperkirakan sebanyak 1100 penilai. Dengan
demikian, menurut Muttaqin peluang terhadap perkembangan profesi penilai di
Indonesia sangat besar begitu juga sebaliknyamemiliki acaman yang besar pula.
Awal mula munculnya istilah nilai menurut Akhmad Makhfatih telah
dikenalkan oleh filsuf Yunani Artitotes. "Pada masa lalu nilai melihat
kepentingan," ujar Makhfatih. "Ada anggapan bahwa seorang ekonomi
pasti seorang penilai tetapi seorang penilai belum tentu ekonomi,"
imbuhnya. Perkembangan dan perdebatan tentang nilai diakhiri oleh Alfred
Marshal menemukan partial equilibrium, nilai ditentukan dua kekuatan supply dan
demand yang bertemu di pasar (nilai objektif X nilai subyetif) menjadi nilai
equilibrium. Selanjutnya, valuation sudah lama tidak dibahas dibidang ekonomi.
Makhfatih mengatakan bahwa kelompok engeneering kemudian lebih banyak
mengembangkan valuation. Di sisi lain, kelompok ekonomi yang banyak menggunakanhedonic
pricingmethod dan contingency method.[dilaporkan oleh Prastowo (redaksi Majalah
MEP UGM 2014]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar