Jumat, 23 Mei 2008

Kenapa BBM harus naik lagi?

Kenaikan BBM tahun ini, mulai berlaku pukul 00.00 WIT / WITA / WIB tanggal 24 Mei 2008, dengan kenaikan rata-rata 28,70 %, akibat dari dicabutnya subsidi harga jual BBM, benar-benar membuat kekisruhan di negeri ini. Mulai dari demo penolakan kenaikan BBM yang hampir setiap hari terjadi di seluruh bagian wilayah di Indonesia hingga kelangkaan BBM akibat penimbunan BBM yang dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan kesempatan. Ketika isu kenaikan BBM berhembus (sekitar 2 minggu lalu), beberapa barang-barang sudah ada yang naik harganya. Tentu saja hal ini membuat rakyat semakin susah dan menderita.

SBY sebagai pemimpin negeri ini, benar-benar dihadapkan pada situasi sulit. Pencabutan subsidi harus dilakukan, karena menurut laporan bahwa subsidi tidak benar-benar dinikmati oleh sebagian besar masyarakat bawah, tetapi dinikmati oleh orang-orang yang berduit (jadi memang benar-benar salah sasaran kan?). Kenaikan juga harus dilakukan karena tekanan dunia internasional akibat harga minyak dunia yang mengalami kenaikan harga. Langkah ini diambil oleh SBY, meskipun sebenarnya dia mengorbankan popularitasnya sebagai presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Kemungkinan besar rasa simpatik masyarakat akan berkurang akibat dari kejadian ini. Hal ini memang patut dicermati, karena pidato presiden SBY pada Milad PKS (Partai Keadilan Sejahtera) beberapa minggu yang lalu di Gelora Bung Karno, mengatakan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM.

Dilihat dari kacamata politik, ada perbedaan pemerintahan saat ini dengan pemerintahan terdahulu dalam mengumumkan kenaikan harga BBM. Ketika pemerintahan dulu (pemerintahan Alm. H.M Soeharto), kenaikan BBM langsung diumumkan resmi kepada masyarakat, sehingga tidak menimbulkan situasi yang ‘ngambang’ dimasyarakat, tidak banyak demo yang terjadi (memang demonstrasi jaman dulu tidak sebebas sekarang), serta para oknum tidak sempat mempermainkan kondisi pasar dengan menaikkan harga terlebih dahulu. Pada saat pemerintahan sekarang ini adalah kebalikannya. Kembali lagi kita bertanya pada hati nurani kita, siapakah yang paling dirugikan? Tentu saja rakyat kecil, bukan rakyat ‘besar’, bukan orang yang berkantong tebal, bukan anggota DPR/DPRD yang duduk di atas kursi empuk, bukan pula pejabat-pejabat yang berkantor di gedung yang sejuk karena ada AC-nya.

Bersamaan dengan kenaikan harga BBM ini, pemerintah mulai mendistribusikan kartu BLT (Bantuan Langsung Tunai) kepada rakyat miskin (siapa saja sih yang miskin itu??) sebagai kompensasi atas kenaikan BBM setelah sempat ‘istirahat’ di tahun 2006 dan 2007. Apakah itu solusi terbaik?

Menurut opini masyarakat bawah (jika diberi pilihan), mereka lebih memilih harga BBM tidak naik, sehingga tidak berdampak luas pada kenaikan harga barang terutama barang kebutuhan pokok. Terutama pada saat isu kenaikan berhembus, beberapa barang kebutuhan pokok sudah ada yang naik. Meskipun tidak menerima BLT (Bantuan Langsung Tunai), asalkan kondisi harga barang tidak mengalami kenaikan, itu lebih baik daripada harus mengalami kenaikan bermacam-macam barang karena kenaikan harga tidak dapat tertutupi oleh BLT (itupun bagi yang mendapatkan kartu BLT). Bila kenaikan BBM terjadi, ada satu kondisi yang lebih menyedihkan yaitu warga yang benar-benar tidak mampu/miskin tidak mendapat kartu BLT (kemungkinan disebabkan kesalahan proses pendataan, dll). Keadaan akan semakin parah apabila kartu BLT tidak tepat sasaran. Pada saat kondisi stabil saja (belum ada isu kenaikan BBM), banyak penduduk di negeri ini yang sudah menderita karena hidupnya berada di bawah garis kemiskinan, apalagi diperparah dengan kondisi saat ini. Anda, saya dan kita semua sebagai manusia yang memiliki hati nurani, dapatkah kita merasakan penderitaan seperti apa yang mereka rasakan saat ini?

Menurut sebagian orang (kata yang berdemo menolak BLT), pemberian BLT kepada masyarakat adalah pembodohan. Kalau kita kaji lebih dalam lagi, pendapat ini memang masuk akal. Pemberian BLT sebenarnya memang tidak tepat. Lagi pula duit yang besarnya ‘hanya’ Rp. 100.000,- perbulan sebenarnya tidak mencukupi sebagai kompensasi atas kenaikan harga barang-barang akibat imbas kenaikan BBM. Masyarakat lebih memilih tidak menerima BLT, tetapi tidak ada kenaikan harga barang kebutuhan. Jika harus diberikan juga, menurut Sultan Hamengkubuwono X bahwa pemberian BLT sangatlah tidak tepat, tetapi lebih baik memberikan modal padat karya. Mengingat perilaku ekonomi kebanyakan orang Indonesia adalah tipe konsumtif, tidak tipe produktif.

Bahkan ada di beberapa daerah, para lurah/kepala desa sepakat untuk menolak BLT ( tidak mau duit nih…). Mungkin orang awam akan berpendapat, bodoh sekali sih mereka yang menolak duit. Tetapi langkah ini sebenarnya tepat, karena mereka sudah memperhitungkan akibat-akibat yang akan terjadi bila pemberian BLT tetap dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari kasus pembagian BLT tahun 2005 lalu yang banyak terjadi kekacauan pada saat proses pembagian dana BLT.

Akankah kita dapat melewati situasi dan kondisi saat ini dengan selamat???

(Writed & Posted by Abdurrahim; Bandung, May24th, 2008 )

Sabtu, 17 Mei 2008

Untuk Hati Nurani yang Bijak . . .

ketika ada, kita lupa...

ketika tidak ada, kita mengeluh...

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S Arrahman)


Manusia sering lupa bersyukur. Padahal nikmat yang mereka terima berasal dari Sang Khaliq. Tetapi ketika tidak ada, manusia sering mengeluh, mengadu dan bahkan ada yang menyesali nasib. Bertanya pada diri, apa salah ku? Bergumam dalam hati, oh, nasib ku, kenapa begini?

Allah Berfirman :

Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. ( Q.S. Saba’ :24 )

Mudah-mudahan kita selalu ingat untuk selalu bersyukur. Selalu dalam lindungan-Nya. Diberikan ketabahan, kesabaran dan ketetapan iman dalam mengarungi lautan bahtera dunia, hingga sampai ke pesisir akhirat dalam keadaan khusnul khatimah.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Q.S Arrahman)

Wallahu’alam Bishshawab...

(Posted by Rahiem. Bandung 17 Mei 2008)