Selasa, 30 September 2014

Hingga kini belum ada Perda di Kalimantan Selatan yang mengakui masyarakat adat

Dekan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin Mohammad Effendy mengungkapkan hingga kini Kalimantan Selatan belum memiliki peraturan daerah (Perda) tentang masyarakat adat, padahal Perda tersebut penting bagi keberadaan masyarakat adat dan kepastian hukum masuknya investasi di daerah.

Pernyataan tersebut disampaikan Mohammad Effendy yang juga dikenal sebaga pakar hukum tata negara pada acara diskusi disemeninasi kajian ekonomi regional Bank Indonesia Wilayah Kalimantan di Banjarmasin, Selasa (30/9).

Menurut Effendy, beberapa kendala investasi yang terjadi di Kalimantan Selatan saat ini antara lain adalah belum tuntasnya regulasi bidang pertanahan. "Ada undang-undang yang mengatur tentang investasi di daerah yang masuk dalam wilayah masyarakat adat, maka negosiasinya dengan masyarakat adat, tidak harus dengan pemerintah," katanya.

Kenyataannya, kata dia, hingga kini Pemerintah maupun DPRD Provinsi Kalsel, maupun pemerintah kabupaten belum memiliki peraturan daerah terkait keberadaan masyarakat adat tersebut, sehingga yang terjadi setiap investasi yang masuk negosiasinya harus dengan pemerintah.

Kondisi tersebut, seringkali menjadi permasalahan yang berkepanjangan, saat realisasi investasi tersebut dilaksanakan, kenyataan di lapangan investor harus berhadapan dengan masyarakat adat. "Karena tidak adanya negosiasi dengan masyarakat adat tersebut, juga menyebabkan masyarakat yang berada di sekitar lokasi perusahaan menjadi terpinggirkan, dan seringkali hanya sebagai penonton," katanya.

Kebijakan dan perilaku regulator yang tidak berpihak kepada rakyat, pada akhirnya, membuat masyarakat mengalami trauma secara sosial terutama dalam hubungan dengan pemerintah, pengusaha, dan aparat penegak hukum.

Menurut Effendy, berbagai persoalan tersebut, penting untuk segera dituntaskan, terutama dalam menghadapi persaingan pasar bebas yang tinggal satu tahun lagi. "Saat ini merupakan masa-masa kritis dalam menyongsong komunitas ekonomi Asean (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) 2015, sehingga seluruh pihak harus benar-benar disiapkan," katanya.

Menurut dia, dalam waktu dekat, perlu dilakukan pembekalan dan sosialisasi terhadap Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten dan kota tentang MEA untuk bahan mereka membuat produk hukum daerah.

Selain itu, kata dia, juga sangat penting difasilitasi dialog terbuka antara pemerintah daerah, sektor swasta, elemen masyarakat, termasuk perguruan tinggi untuk membangun persepsi yang sama dalam pembuatan kebijakan regulasi menyongsong komunitas ekonomi Asean (KEA).

Terkait dengan investasi, tambah dia, juga perlu dipersiapkan perlindungan investasi berupa penyelesaian sengketa, perlindungan dan keamanan, konpensasi dan ganti kerugian akibat sengketa.

Fasilitasi dan kerjasama (harmonisasi kebijakan investasi, penyederhaan prosedur perizinan, membangun perizinan terpadu bidang penanaman modal, promosi wilayah pertumbuhan untuk investasi, dan membangun kerjasama bilateral mencegah pajak ganda.

Liberalisasi investasi, tambah dia, juga diperlukan berupa perlakuan nondiskriminasi, regulasi untuk menghilangkan hambatan investasi, antara lain berupa regulasi bidang pertanahan belum tuntas, yaitu kesulitan penyediaan lahan untuk investasi.

ini link nya

Yang harus diperhatikan ketika bertransaksi Properti

Bisnis properti meliputi jual beli tanah, tanah beserta bangunan beserta hak haknya. Banyak orang yang sering bertransaksi (jual beli) tanah, tetapi tidak semua orang mengerti aturan main atau aspek hukum yang melingkupinya. Adapun beberapa hal yang patut kita perhatikan ketika kita "bermain" pada ranah hukum properti ini, berikut penjelasan dari tim Hukumonline.com (contributor pada forum Kaskus) antara lain :
1. Menjual Tanah Warisan
2. "BIaya Tambahan" Dari Perangkat Desa Dalam Jual-Beli Tanah
3. Jual Beli Sebagian Tanah Hibah
4. Satu Sertifikat Hak Atas Tanah Untuk Beberapa Pemilik
5. Cara Melakukan Oper Kredit Rumah yang Aman
6. Menuntut Kembali Kelebihan Luas Tanah Dalam Jual Beli Tanah
9. Penandatanganan Akta Jual Beli Rumah
8. Pemecahan Sertifikat Tanah
9. Penandatanganan Akta Jual Beli Rumah
10. Pajak Jual Beli Tanah
11. Balik Nama Sertifikat
12. Jual Beli Tanah Tanpa Persetujuan Ahli Waris
Untuk uraian penjelasan pada masing masing point diatas silakan klik disini sumbernya

Property Economics, Social-Cultural, Environment, Management, and Valuation


Yogyakarta (3/4/2014), Permasalahan di negeri ini dalam konteks kekayaan aset negara luar biasa. Keberadaan aset negara saat ini belum ada hukum yang kokoh. "Sumber utama korupsi di negeri ini adalah aset negara," ujar Doli D. Siregar dalam share session "Property Economics, Social-Cultural, Enviroment, Management, and Valuation" di gedung M.Si dan Doktor FEB UGM. Lebih lanjut, Doli mengatakan bahwa UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum motifnya lebih berpihak kepada kepentingan investor. Konsep hukum tanah di Indonesia berbeda dengan barat yang individual tetapi Indonesia bersama.
Doli mengatakan bahwa sejauh penilai belum mempunyai acuan yang tegas tentang anturan ganti rugi, maka permasalah aset masih ada. Di lain hal,adanya ketidaksinkronan antar aturan yang dikeluarkan oleh masing-masing instansi sehingga perlu satu kesepakatan yang utuh dari platform profesi penilai. "Penjarahan aset negara sampai detik ini masih terjadi," ungkapnya. Dilihat dari Konteks indentifikasi dan inventarisasi aset negara saat ini belum ada karena ketidakmapuan negara. "Aset daerah memiliki potensi tetapi kenyataan saat ini masih ketergantungan pada Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus," ujar Doli D. Siregar.
Indonesia mempunyai kekuatan besar pada perekonomian kedepan. Muhammad A. Muttaqin mengatakan bahwa Indonesia saat ini berada pada 16 besar negara dengan pertumbuhan ekonomi dan diprediksi pada 2030 akan menduduki 7 besar. Hal tersebut berdasarkan pada sektor konsumsi di indonesia besar dengan ditandai pendapatan dikalangan menengah tinggi karena tren pertumbuhan pendapatan perkapita meningkat. "Berdasarkan laporan kementerian keuangan nilai aset negara baru tercatat 3000 triliun itu baru dipemerintah pusat," ungkap Muttaqin. "Pertanyaannya sekarang adalah aset di daerah ada berapa besar?," imbuhnya.
Permasalahan yang saat ini adalah 340 orang penilai publikyang ada 80% penilai terkonsentrasi di Jabodetabek. Selain itu, di kawasan Indonesia Timur belum ada penilai sama sekali. Saat ini, peran penilai masih 63% disektor perbankan dan sisanya di sektor lain. Muttaqin menuturkan bahwa peranan profesi penilai masih sangat besar, seperti perbankan (agungan), pasar modal, laporan keuangan, dan pembangunan (kompensasi tanah). Profesi penilai di Indonesia belum ada undang-undang yang mengaturnya, meskipun di peraturan yang lain disebutkan. Negara tetangga sudah lebih awal memiliki UU penilai seperti, australia tahun 1926 dan malaysia tahun 1961. Kebutuhan ideal penilai di negara berkembang 40000:1 dan di negara maju sebanyak 6000:1. Kebutuhan idealpenilai publik pada tahun 2020 di Indonesia diperkirakan sebanyak 1100 penilai. Dengan demikian, menurut Muttaqin peluang terhadap perkembangan profesi penilai di Indonesia sangat besar begitu juga sebaliknyamemiliki acaman yang besar pula.
Awal mula munculnya istilah nilai menurut Akhmad Makhfatih telah dikenalkan oleh filsuf Yunani Artitotes. "Pada masa lalu nilai melihat kepentingan," ujar Makhfatih. "Ada anggapan bahwa seorang ekonomi pasti seorang penilai tetapi seorang penilai belum tentu ekonomi," imbuhnya. Perkembangan dan perdebatan tentang nilai diakhiri oleh Alfred Marshal menemukan partial equilibrium, nilai ditentukan dua kekuatan supply dan demand yang bertemu di pasar (nilai objektif X nilai subyetif) menjadi nilai equilibrium. Selanjutnya, valuation sudah lama tidak dibahas dibidang ekonomi. Makhfatih mengatakan bahwa kelompok engeneering kemudian lebih banyak mengembangkan valuation. Di sisi lain, kelompok ekonomi yang banyak menggunakanhedonic pricingmethod dan contingency method.[dilaporkan oleh Prastowo (redaksi Majalah MEP UGM 2014]

Sejarah Kain Sasirangan (kain khas Kalsel)


Sasirangan adalah kain tradisi suku Banjar yang sejak tahun 1980-an naik daun namanya karena menjadi tren baru dalam kebiasaan berbusana masyarakat Banjar. Sejatinya sasirangan adalah kain pamintan yang menjadi bagian dalam sarana upacara pengobatan tradisional masyarakat Banjar kuno.Pamintan artinya kain tersebut dibuat berdasarkan permintaan. Kain yang diminta (dipesan) itu kemudian dikenakan dalam upacara pengobatan untuk tujuan penyembuhan penyakit keluarga yang bersangkutan.

Menurut cerita tutur, sasirangan dan pamintan ada sejak zaman kerajaaan Banjar di Negara Dipa (Amuntai). Sasirangan dikaitkan dengan keberadaan sosok Putri Junjung Buih. Putri yang konon muncul dari atas buih ini pernah minta dibuatkan kain sasirangan yang dirajut khusus oleh 40 gadis sebagai syarat ketika ia akan menggelar acara perkawinan agung dengan Pangeran Suryanata, pendiri dinasti pertama Negara Dipa.
Para pembuat (pengembang) sasirangan generasi pertama (awal tahun 1980-an) seperti Ida Fitriah Kesuma dan Norhayati yang hidup pada zaman yang serba modern tetap tak dapat memutus kaitan yang bersifat supranatural saat bersentuhan dengan sasirangan. Beberapa motif sasirangan (bayam raja, ombak, aneka rupa hewan dll) bahkan lahir dari hasil persinggungan dengan dimensi dunia lain tadi. Sosok Putri Junjung Buih, Putri Mayang Sari (Putri Mayang Maurai) hadir menjadi wangsit ketika motif-motif diciptakan (yang mungkin lebih tepat dikatakan “dilahirkan lagi” dari motif-motif kuno setelah menghilang sekian ratus tahun).
Di Banjarmasin, jejak tradisi pembuatan pamintan pada abad silam dapat dilacak dari keluarga Enci Fatmah. Wanita asal Palembang ini tinggal di Seberang Masjid. Ia adalah istri Gusti Pangeran Abdul Gani. Setelah Enci Fatmah tiada, anak pertamanya Antung Arbayah (Gusti Arbayah) menjadi pelanjut sebagai pembuat pamintan hingga ia sendiri kemudian meninggal dunia dalam usia lanjut pada tahun 1996.
Baik Enci Fatmah maupun Antung Arbayah kala itu tinggal di rumah lanting (bangunan rumah yang berdiri di atas fondasi batang-batang bambu yang didirikan di atas sungai) di sekitar lokasi Klub Seberang Masjid. Klub adalah Gedung Sarikat Islam pada zaman penjajahan Belanda yang sekarang ini menjadi tempat kegiatan pendidikan milik Muhammadiyah. Dari Antung Arbayah yang lebih dikenal dengan sebutan Antung Kacil inilah cerita sasirangan bermula. Sebagai penjaga tradisi di keluarganya semula Antung Kacil menolak mentah-mentah mengungkapkan cara pembuatan pamintan ketika didatangi Ida Fitriah Kesuma dan Gusti Noorsehan Djohansyah, tokoh organisasi wanita Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) Kalimantan Selatan. “Untuk apa membuat kain paminitan. Apa mau mata picak tangan tengkong?” ujar Antung Kacil. Kepada Ida, Antung Kacil menyebutkan ancaman “mata picak tangan tengkong (mata buta dan tangan bengkok)” jika ada orang yang bukan tutus bangsawan mengambil alih pembuatan kain yang syarat nilai magis itu.
Dengan dukungan kuat dari Gusti Noorsehan Djohansyah, Ida yang rupanya juga masih berdarah bangsawan Banjar akhirnya berhasil memperoleh izin untuk mempelajari cara pembuatan pamintan.  
Setelah mendapat pelajaran besar dari Antung Kacil, tak lama sesudah itu dibentuk Banawati (berarti Pelangi), kelompok pengrajin kain sasirangan pertama di Banjarmasin. Banawati berdiri tanggal 10 Agustus 1982 dengan pengurus Ida Fitriah Kesuma (Ketua), Sutarya (Sekretaris) dan Hj Rafiah (Bagian Pengadaan). Pusat kegiatan Kelompok Banawati  di rumah Gusti Noorsehan Djohansyah di Jalan Jawa (Jalan DI Panjaitan, sekarang lokasi Gedung Djok Mentaya Harian Banjarmasin Post).
Sebelum itu, pada tanggal 24 Juli 1982 Perwari menyelenggarakan  pelatihan dan keterampilan  mengenai pencelupan dan pembuatan kain sasirangan di Gedung Wanita Jalan Taman Sari. Sebagai pengajar pembuatan kain sasirangan adalah Ida Fitriah Kesuma, sedangkan telnik pencelupan disampaikan oleh Mahyuddin Bsc.
Hasil dari kegiatan belajar mengajar sasirangan itu diperkenalkan ke umum untuk pertama kalinya dalam sejarah pada sebuah pergelaran busana sasirangan perdana di Kalimantan Selatan pada 27 Desember 1982 di Hotel Febiola, Jalan A Yani Km 4,5  Banjarmasin. Peragaan busana sasirangan ini diresmikan oleh oleh Ketua Dekranas Kalsel sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Kalsel Hj Noorlatifah Said

Sabtu, 27 September 2014

Mitos Kerok Badan Saat Masuk Angin, Penyakit Cacar Air, dan Mandi Malam


Masyarakat Indonesia banyak yang mempunyai cara-cara tersendiri untuk menyembuhkan suatu penyakit, tetapi yang paling umum adalah kebiasaan-kebiasaan di bawah ini yang sepertinya telah dipercayai turun temurun. Namun ternyata apa yang telah dipercayai dan dilakukan secara turun temurun tersebut adalah SALAH. Sebab sebenarnya penanganan beberapa penyakit itu adalah mitos dan sugesti belaka.

Menurut Dr. dr. Umar Zein DTM& H.MHA.Sp.PD-KPTI dalam bukunya "ILMU KESEHATAN UMUM" membongkar tentang mitos dan fakta penanganan penyakit yang beredar di masyarakat yang salah kaprah.

1.Masuk Angin Harus Dikerok

FAKTA :
Kerokan ternyata bukan pertanda anginnya keluar, melainkan pecahnya pembuluh kapiler tepi yang berada dikulit. Tidak mengherankan, jika beberapa waktu setelah kerokan, gejala-gejala masuk angin akan kembali terjadi. Kerokan akan menimbulkan rasa sakit, tapi karena sudah ada rasa sakit atau pegal otot, maka dengan rangsangan sakit yang baru akan menimbulkan rasa seolah-olah rasa sakit pertama berkurang atau “terlupakan”.

2. Angin Duduk Harus Dikerok atau Dipijat

Mungkin masih banyak yang belum tau apa itu angin duduk. Angin duduk adalah rasa masuk angin yang disertai keringat berbutir-butir besar dan nyeri, rasa tertekan, atau rasa berat di dada. Ini mungkin merupakan gejala awal serangan jantung berat akibat sumbatan aliran darah ke otot jatung yang berfungsi memompakan darah ke seluruh tubuh. Bila nyerinya pada perut disertai dengan tegang pada dinding perut, kadangkala muntah dan berkeringat dingin, ini mungkin peristiwa nyeri “kolik”, yaitu nyeri tiba-tiba akibat gangguan fungsi organ internal, seperti usus, lambung, empedu, ginjal, atau uterus.
FAKTA :
Apabila menderita angin duduk, jangan dipijat atau dikerok. Kejadian orang yang meninggal ketika dipijat, menunjukkan betapa penanganan yang salah dapat berakibat fatal. Hal yang harus dilakukan adalah: Pemberian oksigen dan obat serta tindakan diagnostik khusus. Ini mungkin merupakan gejala awal serangan jantung berat akibat sumbatan darah ke seluruh tubuh.

3. Penderita Cacar Air atau Campak Tidak Boleh Mandi

FAKTA :
Hal ini malah bertentangan dengan prinsip medis, dimana pada penderita penyakit cacar air atau campak dengan kelainan pada kulit yang menyeluruh, justru harus menjaga kebersihan kulit dengan mandi lebih sering agar perluasan penyakit dapat dicegah, disamping menggunakan obat.

4. Mandi Malam Hari Menyebabkan Rematik

FAKTA :
Hal ini tidak benar. Kalau kondisi tubuh dalam keadaan sehat dan memerlukan mandi untuk kebersihan, tidak ada masalah meskipun mandi malam hari. Tetapi pada penderita rematik, dianjurkan mandi dengan air hangat.

5. Kalau Demam Tidak Boleh Mandi

FAKTA :
Dengan mandi ketika demam dapat menurunkan suhu tubuh yang sedang meningkat. Tetapi, kalau demam disertai dengan rasa menggigil, mandi dengan air hangat akan lebih baik atau kompres dengan air hangat.

6. Memakai Pakaian Tebal / Selimut Ketika Demam

FAKTA :
Pakaian tebal/ selimut akan menaikkan suhu tubuh. Suhu yang sangat tinggi (39 derajat atau lebih) pada anak-anak bisa menyebabkan kejang-kejang. Disarankan untuk mengenakan pakaian tipis meskipun tubuh terasa dingin.

Nah, itulah beberapa mitos yang terjadi di masyarakat tentang penanganan suatu penyakit yang SALAH KAPRAH, yang sebenarnya bertentangan dengan dunia medis.
 
Sumber : http://forum.vivanews.com/aneh-dan-lucu/276537-mitos-kerok-badan-saat-masuk-angin-penyakit-cacar-air-dan-mandi-mala.html


Senin, 22 September 2014

Perencanaan Dalam Implementasi Manajemen Proyek Properti



Tahapan dalam pelaksanaan manajemen proyek dalam pembangunan properti yaitu perencanaan. Adapun perencanaan yang sebaiknya dilakukan ketika akan memulai pembangunan properti antara lain:
1.      Mempersiapkan sumber pendanaan
Pemilihan sumber dana yang tepat sebagai modal keuangan dalam pelaksanaan pembangunan properti sangatlah penting. Jika harus meminjam uang di bank, maka pilihlah bank yang tepat, agar dikemudian hari tidak menjadi permasalahan yang dapat mengganggu dalam proses pembangunan propert.
2.      Memilih lokasi (tanah) yang strategis
Memilih lokasi dimana properti yang akan dibangun adalah suatu pekerjaan yang menuntut suatu ketelitian, bukan saja aspek teknis, juga beberapa aspek lain yang turut menentukan, seperti aspek ekonomi dan juga aspek lain yang bisa dijadikan dasar pemilihan lokasi tanah
3.      Mencari informasi mengenai harga bangunan, model atau trend arsitek.
Setelah kita mempunyai tempat yang tepat dimana kita akan membangun Properti, maka tahap berikutnya adalah mengumpulkan informasi selengkap mungkin tentang rencana pembangunan Properti, kumpulkan informasi mengenai harga bangunan saat ini dan informasi produk – produk bahan bangunan.
4.      Mencari Arsitek untuk membantu membuatkan disain Properti.
Seorang arsitek akan memberikan gambaran yang sejelas – jelasnya tentang disain dan biaya yang akan dikeluarkan nanti, dengan memakai jasa arsitek kita sebisa mungkin menghindari pekerjaan pekerjaan yang nantinya akan menimbulkan pemborosan.
5.      Mengurus perijinan
Setelah kita memiliki gambaran tentang rencana pembangunan Properti, tahap berikutnya adalah tahap dimana kita mulai mengurus perijinan tentang rencana pembangunan Properti tersebut, yaitu dengan mengurus Ijin Mendirikan Bangunan ( IMB ) di instansi pemerintah berwenang.
6.      Perjanjian - Perjanjian
Proses Perjanjian Pembangunan adalah proses dimana kita memasuki tahap dimana rencana pembangunan Properti akan dimulai. Proses Perjanjian Pembangunan ini wajib hukumnya agar tidak terjadi permasalahan – permasalahan yang timbul selama masa proyek pembangunan berjalan. Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian seperti pemilik lahan, investor, manajemen properti dan pembeli properti.
7.       Pengawasan Pembangunan
Pengawasan bertujuan untuk mengontrol progres pembangunan sesuai time schedule dan sketsa gambar yang sudah dibuat dan menjaga mutu/kualitas dari bangunan itu sendiri. Jika pengawasan tidak dilakukan maka besar kemungkinan bangunan yang dihasilkan akan kurang bagus hasilnya.

Sumber literatur  disini

Minggu, 21 September 2014

Sejarah Penggunaan SIMDA BMD di Pemerintah Kota Banjarmasin


Banjarmasin merupakan ibukota dari Propinsi Kalimantan Selatan. Sebagai salah kota besar di Indonesia, Pemerintah Kota Banjarmasin banyak memiliki aset, baik aset bergerak maupun tidak bergerak. Khusus untuk aset tidak bergerak, dapat dilihat dengan banyaknya bangunan milik Pemerintah Kota Banjarmasin seperti gedung perkantoran, sekolah negeri (SD, SMP, SMA/SMK), dan Puskesmas yang ada di wilayah kota Banjarmasin.
Pemerintah Kota Banjarmasin melalui Bidang Aset Daerah BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) melaksanakan Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) dalam pengelolaan BMD (Barang Milik Daerah)  dengan berpedoman pada peraturan peraturan mengenai BMD dan visi dari BPKAD periode 2012 – 2015 yaitu tertatanya administrasi pengelolaan aset daerah sehingga tercapai data dan nilai aset daerah yang meyakinkan. Dalam rangka mendukung pelaksanaan Tupoksi tersebut, Bidang Aset telah berupaya melaksanakan administrasi pengelolaan BMD dengan baik. Dalam pelaksanaan pekerjaannya, Bidang Aset Daerah bekerja sama dengan Bendahara Barang SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin. Bendahara Barang SKPD melakukan pengelolaan dan pencatatan terhadap Aset/BMD yang ada di SKPD masing masing. Hasil pencatatan oleh Bendahara Barang masing masing SKPD akan direkapitulasi seluruhnya oleh Bidang Aset Daerah dan akan menghasilkan nilai aset tetap Pemerintah Kota Banjarmasin.
Pada saat ini, pencatatan BMD dilakukan dengan menggunakan program komputer yaitu Aplikasi SIMDA – BMD (Sistem Informasi Manajemen Daerah – Barang Milik Daerah). Aplikasi ini dibuat oleh Tim BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) dan diberikan secara cuma-cuma kepada Pemerintah Daerah yang ingin menggunakannya. Aplikasi SIMDA BMD ini pertama kali digunakan oleh Pemerintah Kota Banjarmasin pada tahun 2011.  Pada saat tahun 2011 itu Pemerintah Kota Banjarmasin melakukan kerjasama dengan BPKP Kalsel dalam proses transisi penggunaan Aplikasi SIMDA Barang Milik Daerah. Bentuk kerjasama meliputi pelatihan cara penggunaan Aplikasi SIMDA BMD kepada Bendahara Barang SKPD dan pendampingan pada Bidang Aset Daerah dalam proses rekapitulasi dari data BMD SKPD. Penggunaan Aplikasi ini masih dilakukan dari tahun 2011 hingga sekarang.
Sebelum menggunakan aplikasi SIMDA BMD, pemerintah Kota Banjarmasin melakukan pencatatan aset hanya dengan program MS.EXCEL. Pada saat masih menggunakan program  MS.EXCEL,  Bendahara Barang banyak mengalami kesulitan. Selain memerlukan waktu yang relatif  lama, penggunaan MS.EXCEL juga rentan dengan kesalahan pencatatan atau penghitungan nilai, karena penggunaan MS.EXCEL memerlukan ketelitian tingkat tinggi untuk menghindari terjadinya kesalahan input. Sehingga berakibat pekerjaan pencatatan (input) data, akan memakan waktu yang relatif lama. 

Sabtu, 20 September 2014

Implementasi Manajemen Program Dalam Real Properti


Implementasi Manajemen Program dalam real properti meliputi kegiatan untuk mendukung persiapan pelaksanaan Program pembangunan real properti yang telah di rencanakan sebelumnya termasuk didalamnya penyediaan fasilitas fasilitas yang mendukung dalam operasionalnya. Manajemen program tersebut meliputi : job desk, rule, sasaran, dan target. Sehingga apa yang menjadi sasaran dan target dalam manajemen program dalam di tuang dalam manajemen proyek.

Kamis, 18 September 2014

Urbanisasi di Negara Jepang



Pendahuluan
Populasi yang terus menurun menyebabkan Jepang mengalami permasalahan serius dalam perkembangan kota-kotanya. Jumlah penduduk usia lanjut terus meningkat, sementara jumlah penduduk usia produktif terus menurun. Globalisasi juga memberikan dampak negatif dengan menurunnya tingkat investasi di Jepang, yang menyebabkan menyusutnya aglomerasi kantor-kantor cabang di kota-kota utama Jepang. Menurut Oxford Dictionary of Geography, aglomerasi adalah sebuah konsentrasi kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang saling terkait di dalam wilayah geografis, yang disebabkan oleh faktor akumulatif seperti berkumpulnya tenaga kerja terampil dan terdidik, maupun faktor kebijakan dan perencanaan olehotoritas lokal yang berwenang, misalnya pemerintah kota. Akibatnya kota berhenti tumbuh dan berkembang, juga tidak ada pertumbuhan fisik yang berarti di sub urban area, sebaliknya pemukiman di sub urban area ditinggalkan atau berganti kepemilikan. Compact City dan networking menjadi salah satu upaya pemerintah kota di Jepang dalam mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan kota.

1.  Kondisi Penduduk Jepang
Populasi Jepang pada tahun 2010 adalah 128.057.352 orang dengan luas area 378.000 km2. Sebagian besar penduduk Jepang terkonsentrasi di perkotaan, dengan tingkat kepadatan mencapai 91% pada tahun 2010. Namun, tingkat pertumbuhan penduduk nasional sejak tahun 2000 hingga tahun 2010 hanya berada di tingkat 0,9%, dengan tingkat pertumbuhan penduduk di perkotaan sebesar 4%. Dalam studi Urban Geography, kota-kota di Jepang dapat dibagi dalam 4 (empat) kelas utama, yaitu kota utama, kota tua-besar, kota pusat region, dan ibukota provinsi.

Terdapat tiga kota utama di Jepang, yaitu Tokyo, Nagoya, dan Osaka. Sementara itu yang termasuk kedalam 6 (enam) kota-tua besar adalah Tokyo, Osaka, Kyoto, Nagoya, Hiroshima, dan Fukuoka. Kota pusat region dari utara ke selatan adalah Sapporo, Sendai, Hiroshima, dan Fukuoka. Sementara ibukota provinsi adalah seluruh kota yang menjadi ibu kota dari 47 provinsi yang ada di Jepang. Kota-kota ini dibagi berdasarkan fungsi, sejarah, dan populasinya. Sebagian besar populasi penduduk terkonsentrasi di daerah perkotaan, dimana populasi terbesar adalah Tokyo, diikuti oleh Yokohama,Osaka, Nagoya, dan Sapporo.

Urbanisasi adalah proses‘’peng-kotaan’’, ditandai dengan pertumbuhan fisik dan pertambahan populasi yang terkonsentrasi di dalam kota. Urbanisasi terkait erat dengan modernisasi, industrialisasi, dan proses perubahan sosiologi masyarakat. Sejak 1950an, urbanisasi terjadi di LEDCs (Less Economically Developed Countries) yaitu, Amerika Selatan,Africa, dan Asia.


2.  Perubahan Demografi Jepang
Populasi penduduk Jepang pada tahun 1950 adalah kurang dari 100 juta jiwa dan pada periode tahun 1960 sampai dengan 2000 populasi penduduk di dominasi oleh penduduk usia 20 – 64 tahun. Tetapi, sejak tahun 2010 tren populasi penduduk usia muda terus menurun, sementara populasi penduduk usia tua (>65 tahun) terus meningkat. Dari tahun 1950 hingga 2010, dalam kurun waktu 60 tahun, pertumbuhan penduduk Jepang hanya sekitar 28 juta jiwa.
Rasio populasi penduduk usia >65tahun terus meningkat dari tahun ke tahun, dan diprediksi bahwa pada tahun 2060, rasio populasi penduduk usia >65 tahun akan mencapai 40% dari seluruh total populasi penduduk Jepang.
Tingkat kelahiran penduduk Jepang juga menunjukkan tren yang terus menurun sejak tahun 1970. Saat ini, tingkat kelahiran penduduk di Jepang berada dibawah 1,5, yang menunjukkan bahwa Jepang sedang mengalami permasalahan serius terkait pertumbuhan penduduk. Karena untuk mempertahankan keberlangsungan suatu budaya, ekonomi, bahkan suatu negara, paling tidak dibutuhkan tingkat kelahiran diatas 2,1.
Jepang mengalami dua kali ledakan kelahiran bayi, yaitu periode 1947-1949 dan periode 1971-1974. Pada tahun 1966, dikenal dengan periode Hinoeuma, yaitu sebuah periode dimana tingkat kelahiran bayi di Jepang sangat rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hinoeuma atau dikenal juga dengan tahun Fire Horse, dipercaya oleh masyarakat Jepang sebagai tahun yang buruk, mereka percaya bahwa bayi-bayi perempuan yang dilahirkan di tahun itu ditakdirkan akan membunuh suami-suami mereka di masa depan. Sehingga sebagian besar pasangan yang menikah pada tahun ini menunda kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi, dalam periode 2 hingga 6 tahun sejak pernikahan.
Menurut Sensus Nasional  2005 yang dilakukan oleh Ministry of Internal Affairs and Communications, tingkat populasi usia 25-39 yang tidak menikah terus meningkat. Pria usia 25-29 meningkat menjadi 71.4%, usia 30-34 menjadi 47.1%, dan usia 35-39 menjadi 30%. Sementara wanita usia 25-29 meningkat menjadi 59%, usia 30-34 menjadi 32%, dan usia 35-39 menjadi 18.4%. Lebih lanjut, pada tahun 1975 populasi pria yang tidak menikah seumur hidupnya hanya 2.12%, dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 15.96%, sedangkan wanita dari 4,32% pada tahun 1975 meningkat menjadi7.25% pada tahun 2005.

3.  Berhentinya Pertumbuhan dan Perkembangan Kota


Gambar 9. Peta Prosentase Commuter di kota Tokyo

Peta pada Gambar 9 di bawah menggambarkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kota Tokyo sudah berhenti sejak tahun 1985. Hal ini ditunjukkan oleh warna merah, oranye, dan kuning pada peta, dimana sebagian besar commuter tinggal di dalam radius 60 km saja dari pusat kota Tokyo. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi perkantoran dari tempat tinggal adalah 1 – 2 jam. Pertumbuhan dan perkembangan fisik Kota Tokyo tidak lagi tumbuh meluas ke segala arah sebagaimana yang terjadi pada Jakarta, New Delhi, dan Bangkok. Penyebabnya adalah rendahnya jumlah populasi usia produktif di sub urban dan sebagian besar hanya terkonsentrasi di pusat kota, investasi yang lebih banyak dilakukan di luar Jepang juga menjadi salah satu sebab berhentinya pembangunan fisik di daerah sub urban Tokyo seperti dijelaskan diatas.
Populasi penduduk usia >65 tahun yang tinggi kini terkonsentrasi pada sub urban area, sebagaimana terlihat pada peta di Gambar 10.

Gambar 10. Pola Spasial Penduduk Usia 65 Tahun Keatas di Tokyo

Pada tahun 1990 populasi penduduk usia 65 tahun keatas diluar Tokyo Metropolitan area masih berkisar 15-20%, namun pada tahun 2005 populasi penduduk usia ini meningkat menjadi 20-25% dari total populasi. Pada sub urban area Kota Sendai, berhentinya pertumbuhan dan perkembangan  kota di tandai dengan kosongnya kamar kamar yang tersedia pada kondominium-kondominium, rumah-rumah yang ditinggalkan oleh penghuninya, serta rumah rumah yang berpindah-tangan hak kepemilikannya.

4.  Kebijakan Pemerintah
Pemerintah Jepang telah dan sedang berupaya untuk mengatasi permasalahan urbanisasi. Salah satu solusi yang telah diterapkan adalah penerapan konsep Compact city. Compact city adalah sebuah konsep untuk membangun kota dengan penggunaan lahan yang intensif, didukung oleh sistem transportasi yang terintegrasi, dan terus membangun dan memperluas network dengan berbagai kota kota besar lainnya di luar Jepang untuk meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, agar kegiatan perekonomian terus berputar. Compact city di Jepang ditandai dengan bangunan-bangunan kondominium tinggi.
Sementara itu, untuk mengatasi permasalahan urbanisasi di Kota Sendai, Pemerintah Kota Sendai menerapkan strategi penggunaan lahan intensif, berbasis sistem transportasi yang teritegrasi. Sistem transportasi terintegrasi ini diharapkan dapat menghubungkan empat sub urban area utama di Kota Sendai, yaitu; Izumi di bagian utara, Arai dibagian barat, Natori New Town dan Diamond City di bagian selatan, serta Moniwadai dan Yagiyama dibagian timur.
Pekerjaan pembangunan Sendai Subway Tozai Line sepanjang 13.9 km masih terus berlangsung hingga saat ini, untuk menghubungkan bagian barat dan timur kota Sendai. Proyek ini diperkirakan akan selesai pada tahun 2015 (mundur satu tahun dari rencana semula karena gempa 11 Maret 2011). Sendai Subway Tozai Line menghubungkan Arai sub urban area di bagian barat Kota Sendai dengan Yagiyama dan Moniwadai di bagian timur. Proyek pembangunan masih terus berlangsung.
Kerjasama yang dibangun oleh Tohoku University dengan berbagai Universitas di luar Jepang juga menjadi salah satu upaya Kota Sendai untuk bertahan. Paling tidak terdapat lima program pertukaran pelajar di Tohoku University dengan Universitas rekanan di luar Jepang, yaitu JYPE, IPLA, DEEP, COLABS,dan ICI ECP. Kedatangan ratusan pelajar ini diharapkan dapat membuat ekonomi kota terus berputar dalam jangka pendek, dan dalam jangka panjang diharapkan mereka dapat menetap dan bekerjadi Jepang untuk menopang perekonomian.

5.   Kesimpulan
Urbanisasi di Jepang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah populasi penduduk usia produktif dan tingkat kelahiran yang terus menurun. Faktor eksternal adalah globalisasi yang membuat tren investasi keluar dari Jepang. Untuk mengantisipasi terjadinya kota kota mati di Jepang, pemerintah dimasing-masing kota berupaya keras untuk membangun kota menjadi Compact City. Hal ini ditandai dengan pembangunan pemukiman di tengah kota dan sub urban area yang didukung oleh sistem transportasi terintegrasi dan terus membangun network dengan kota kota besar lainnya di luar Jepang untuk menjaga kestabilan ekonomi. Universitas-universitas yang terdapat di masing-masing kota juga berperan penting dalam menjalin networking untuk mendukung kehidupan kota.

Sumber : Dari tulisan Fatwa Ramdani and Masateru Hino yang berjudul Kondisi Terkini Urbanisasi di Jepang, Studi Kasus Tokyo Metropolitan Area dan Kota Sendai (Institute of Geography, Geo-environment, Graduate School Science, Tohoku University, Japan) setelah melalui proses resume dan editing.